Jumat, 22 Agustus 2008

Antara Kesembuhan Ilahi & Hipnotisme

KESEMBUHAN ILAHI DENGAN HIPNOTIS
“Maukah Engkau sembuh?”[i]

Fenomena Kesembuhan Ilahi
Menarik, acara – acara kesembuhan ilahi selalu digandrungi lebih daripada kebaktian/acara ritual biasa. Ini tentunya disebabkan orang ingin bukan hanya saja sekedar mengikuti kebaktian, tetapi juga ingin menyaksikan dengan mata kepala sendiri mujizat apa yang kira – kira akan terjadi. Rasa ingin tahu yang besar, yang merupakan sifat alami manusia menjadi motivasi kuat untuk menghadiri acara – acara tersebut. Gereja – gereja mulai melirik acara ini untuk dimunculkan dalam ibadah rutin mereka, jadi bukan hanya sekedar pada acara – acara khusus seperti KKR misalnya. Tentu saja ini menjadi daya tarik tersendiri bagi jemaat maupun simpatisan untuk menghadiri acara kebaktian tersebut. Macam – macam motivasi untuk mengikuti acara tersebut. Banyak yang ingin tahu dan ingin menyaksikan sendiri apakah kesembuhan ilahi tersebut benar – benar ada dan nyata ataukah tidak. Ada juga yang percaya dan memang ingin mendapatkan berkat dari acara tersebut.
Sekarang, gereja yang kukuh berpegang pada ritual kebaktian konvensional sebaiknya mulai memikirkan kembali acaranya. Lama – lama jemaat bisa bosan dengan acara yang itu – itu saja, tanpa adanya unsur “ketegangan/kejutan” dan tanda tanya seperti yang umumnya dialami pada ibadah yang memasukkan unsur mujizat kesembuhan ilahi di dalamnya. Akibatnya, lama – lama jemaat bisa tersedot, atau gereja menjadi stagnan/mandeg, tidak berkembang lagi. KKR merupakan salah satu ajang yang cukup efektif untuk menarik jemaat lain ke gereja pelaksananya. Hamba Tuhan yang dipercaya memiki karunia kesembuhan Ilahi menjadi lebih didengar dan diminati.
Ajaibnya, pada acara kesembuhan ilahi tersebut, memang selalu saja ada yang memberikan kesaksian maupun dapat dilihat secara langsung fenomena kesembuhan tersebut, meskipun tidak semua yang maju disembuhkan. Fenomena tersebut menjadi penguat bagi yang hadir maupun yang terlibat di dalamnya bahwa memang kuasa Tuhan dinyatakan dan Tuhan hadir pada acara tersebut. Kesembuhan tersebut dengan sendirinya menjadi legitimasi, yang membuat acara tersebut sah dan menyakinkan sebagai tanda kehadiran dan penyertaan Tuhan.
Namun kalau kita mau membuka mata dan wawasan lebih luas lagi, ternyata fenomena kesembuhan ilahi tersebut tidak hanya dimonopoli kelompok kharismatik saja, atau yang lebih luas, kelompok Kristen saja. Kalau Anda menyaksikan acara televisi malam hari, Anda akan melihat acara – acara ini juga dilakukan oleh kelompok agama lain seperti muslim misalnya. Mungkin di agama dan kepercayaan lain juga ada ritual/acara serupa, tetapi karena keterbatasan pengetahuan penulis, jadi belum tahu. Contohnya adalah acara ruqiyah, mengusir hantu dan lain – lain acara serupa. Kalau diobservasi/diamati, perilaku orang – orang yang terlibat di dalamnya memiliki banyak kemiripan, seperti misalnya penumpangan tangan, penengkingan, roboh, menangis, muntah – muntah dan lain sebagainya. Perbedaan hanya pada simbol – simbol yang digunakan. Kalau pada kelompok Kristiani simbol – simbolnya berpusat pada Yesus, sedangkan pada kelompok lain simbol – simbolnya pada keyakinan kelompok tersebut. Ayat suci Alquran misalnya digunakan pada kelompok – kelompok muslim. Tentunya, sama seperti kita yang mempercayai adanya mujizat kesembuhan ilahi, para penganut keyakinan yang berbeda tersebut juga mempercayai bahwa apa yang terjadi juga merupakan kuasa Tuhan yang dinyatakan dalam acara mereka tersebut. Nah, kalau sudah demikian, persoalan menjadi semakin runyam dan pelik ketika masing – masing bersikukuh bahwa acaranya terjadi karena kuasa Tuhan, sedangkan kelompok lainnya menggunakan kuasa lain di luar Tuhan (lebih celaka lagi kalau menuduh menggunakan kuasa gelap), karena tidak menggunakan simbol yang sama!
Psikologi sebagai ilmu perilaku juga tertarik untuk mempelajari fenomena kesembuhan ilahi tersebut –karena memang berkaitan erat dengan perilaku manusia. Bahkan akhir – akhir ini teori maupun praktek dalam psikologi telah mencapai kemajuan yang pesat sehingga sebagian fenomena tersebut bisa dijelaskan bahkan bisa dieksperimentasikan! Fenomena – fenomena yang dulunya dipahami sebagai supranatural, ternyata tidaklah betul – betul ajaib lagi setelah mendapatkan penjelasan yang logis bahkan bisa dipraktekkan. Oleh sementara orang, kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan ini, khususnya psikologi disalahpahami sebagai gerakan jaman baru/ new age movement yang mendapatkan cap negatif oleh kebanyakan teolog. Praktek – praktek penyembuhan holistik, yang mengacu pada penyembuhan spiritual, mengajarkan untuk hidup harmoni dengan semesta, kembali pada terapi tradisional seperti akupuntur, dan penggunaan obat – obatan yang diambil dari bahan alami telah banyak memberikan hasil kepada yang melakukannya. Oleh karena itu tidaklah mengherankan kalau kelompok – kelompok ini berkembang dengan sangat pesat di seluruh dunia! Indonesia tidak terkecuali mengalami perkembangan yang pesat juga. Maraknya kelompok olah seni pernapasan dengan berbagai macam nama dan kekhasan mereka serta banyaknya anggota yang mengikuti merupakan bukti konkrit dari keberhasilan New Age Movement mempengaruhi arah peradaban kita. Lalu apa bedanya kesembuhan Ilahi yang sekarang ini dilakukan oleh banyak gereja dengan fenomena yang terjadi di luar gereja? Tentunya kita tidak akan puas bila hanya sekedar melihat perbedaannya dari sisi simbolis seperti telah diuraikan di depan. Menariknya, justru antara kesembuhan ilahi yang dilakukan dalam gereja dengan fenomena kesembuhan yang lain memiliki lebih banyak persamaan dari pada perbedaan!

Sejarah Kesembuhan Ilahi dan Hipnosis[ii]
Hipnosis sudah muncul sejak zaman Mesir Kuno, terutama digunakan untuk penyembuhan, dengan menempatkan seseorang pada keadaan seperti tidur. Dokter Swiss, Paracelsus (1493 – 1541) menggunakan magnet untuk penyembuhan. Dia juga menemukan obat merkuri untuk penyakit sifilis. Kemudian Valentine Greatrakes (1628 – 1666), seorang Irlandia yang mampu mengobati dengan menempelkan tangannya ke tubuh pasien, juga dengan melewatkan magnet. Namun pada waktu itu sampai beberapa waktu kemudian, istilah hipnosis belum digunakan untuk fenomena penyembuhan yang dilakukan dengan metode di atas.
Sedangkan fenomena kesembuhan ilahi yang tercatat dalam sejarah Barat/Eropa pertama kali dikenalkan oleh seorang Pastor bernama Johann Joseph Gassner (1727 – 1779). Dia mengembangkan suatu bentuk pengusiran setan (eksorsisme) yang digunakan untuk menyembuhkan berbagai penyakit maupun gangguan. Dia dikenal sebagai penyembuh yang luar biasa pada abad ke delapan belas. Dia banyak merubah dan memperbaiki perilaku orang lain melalui ritual pengusiran setan ini. Namun karena metodenya ini banyak memiliki persamaan dengan metode yang digunakan oleh gereja abad pertengahan (yang dipahami oleh gereja pada abad ke – 18 sebagai memiliki banyak kemiripan dengan teknik yang digunakan oleh para dukun), maka apa yang dilakukan oleh Gassner mendapatkan banyak kecurigaan oleh pihak gereja. Bahkan akhirnya Gassner dilarang untuk menggunakan metodenya tersebut. Pada tahun 1775 Gassner melakukan ritual pengusiran setan ini pada sekumpulan besar orang dan demonstrasinya ini mendapatkan sukses yang luar biasa. Semenjak itulah, ritual pengusiran setan/kesembuhan ilahi tersebut mulai menyebar dan dilakukan di depan orang banyak.
Fenomena yang dilakukan oleh Gassner tersebut dikomentari oleh Friedrich Anton Mesmer. Mesmer (1734 – 1815) menyatakan bahwa Gassner sebenarnya menggunakan magnestisme tanpa menyadarinya. Lebih jauh lagi, Mesmer mempraktekkan hal yang sama dengan efek/akibat yang sama seperti yang dilakukan oleh Gassner, namun tidak menggunakan teknik pengusiran setan. Semenjak saat itu, berkembang dua aliran. Mereka yang kuat keyakinan agamanya lebih berafiliasi dengan metodenya Gassner, sedangkan kaum intelektual dan bangsawan yang tidak religius lebih menyukai tekniknya Mesmer karena teknik tersebut lebih bisa dikaitkan dengan ilmu pengetahuan baru di bidang kelistrikan. Mesmer sendiri memberi istilah “magnetism” pada metodenya. Mesmer ini pulalah yang dianggap sebagai peletak dasar hipnosisme.
Mesmer meyakini bahwa metodenya dapat menyembuhkan segala macam penyakit. Pandangannya ini lalu diserang oleh kelompok medis. Para dokter segera menjadi lawannya. Kemudian dibentuk komisi yang bertugas menyelidiki teori Mesmer dan pada tahun 1784 komisi tersebut menyatakan tidak diketemukan dasar – dasar ilmiah dari teorinya Mesmer. Namun meskipun komisi tersebut membuat laporan yang melawan Mesmer dan mendiskreditkannya, mesmerisme (sebutan teknik yang digunakan oleh Mesmer) semakin menjadi populer karena terbukti mampu menyembuhkan orang atau setidaknya orang yang ditangani menjadi lebih baik.
Pada tahun 1843, James Braid, seorang alih bedah menyimpulkan bahwa kondisi setengah sadar (trance/trans) yang digunakan dalam mesmerisme adalah akibat yang penyebabnya alami. Kemudian istilah mesmerisme diganti dengan nama hipnosis (dari bahasa Yunani, artinya tidur, tahun 1850). Pada dekade berikutnya, hipnosis menjadi suatu metode yang populer di kalangan kedokteran baik di Eropa maupun Amerika. Metode ini digunakan untuk membantu operasi sehingga pasien tidak mengalami kesakitan maupun untuk menghilangkan rasa nyeri. Apalagi pada waktu itu juga belum diketemukan obat – obatan yang berfungsi untuk menghilangkan rasa sakit/bersifat bius. Perancis pada tahun 1880-an mengembangkan dua sekolah yang mempelajari hipnosis. Semenjak itu metode dan teori mengenai hipnosis semakin berkembang. Ada tokoh yang menyatakan bahwa hipnosis adalah keadaan tersugesti (dipengaruhi). Namun pendapat ini ditentang oleh Charcot (seorang neurolog yang menjadi kepala sekolah Salpetriere, sekolah sekaligus rumah sakit jiwa di Perancis) yang meyakini bahwa hipnosis tidak sekedar keadaan tersugesti tetapi memiliki dasar somatis (fisik).
Sigmund Freud (murid Charcot) dan koleganya Joseph Breuer pada akhir tahun 1880-an mulai memberikan penjelasan psikologis mengenai fenomena hipnosis setelah melakukan penyelidikan klinis dengan pasien – pasiennya di bidang hipnosis ini. Freud kemudian mengembangkan teori psikoanalisa –teori baru di bidang psikologi pada waktu itu yang menjadi revolusi di bidang psikologi, karena dikenalkannya ketidaksadaran sebagai bagian integral dari manusia. Berkat jasa Freud inilah, antara kedokteran dan psikologi menemukan jalan baru untuk bekerja sama, terlebih dengan diketemukannya gangguan psikosomatis, yaitu penyakit fisik yang sebenarnya berakar pada masalah psikologis.(Hampir semua penelitian membuktikan sebagian besar penyakit fisik memiliki sebab atau setidaknya berkaitan dengan faktor psikologis). Freud bukan saja menjadi bapak psikologi, namun pandangannya kemudian juga mempengaruhi ilmu pengetahuan di bidang lainnya. Orang sering menyebutnya sebagai “Einsten-nya Psikologi”.
Pada perang saudara di Amerika sekitar tahun 1800 – an, hipnosis digunakan untuk mengobati luka akibat perang, baik untuk mempercepat proses penyembuhan maupun untuk menghilangkan rasa sakit ketika menjalani prosedur operasi. Pada perang dunia I dan II serta perang Korea, hipnosis banyak digunakan untuk merawat stres akibat perang.
Ormond McGill (1913 – 2005) merupakan salah satu pesulap panggung yang dikenal mempraktekkan hipnosis sebagai objek hiburan.
[i] Yohanes 5:6. Baca juga ayat ke tujuh. Orang lumpuh itu memiliki keinginan yang besar untuk sembuh sampai tiba waktunya Yesus datang menyembuhkannya. Dia memiliki keyakinan untuk sembuh. Bandingkan dengan ayat – ayat lain seperti Matius 9: 21; 14:36 dsb.
[ii] Diambil dari berbagai sumber, seperti Harry Gottesfeld, 1979, Abnormal Psychology, A Community Mental Health Perspective. Science Research Associates, INC. hlm. 32 – 34. Firman Firdaus. 27 November 2005. Media Indonesia. Hipnosis, Sebuah Manipulasi Persepsi. Hlm. 8.

Bagaimana kesejajaran antara praktek kesembuhan ilahi dengan hipnotisme dan bagaimana penyakit bisa dijelaskan dengan teori psikosomatis, Click here to download file

Tidak ada komentar: