Minggu, 24 Agustus 2008

Mengenal Hipnotisme

Hipnotisme dalam sejarahnya memang dekat dengan upaya untuk menyembuhkan orang dari sakit yang diderita. Bagaimana sejarah sejarah hipnotisme itu sendiri, munculnya kesembuhan ilahi yang akarnya ternyata sama dengan hipnotisme, dapat dilihat versi singkatnya Click here to download file

Jumat, 22 Agustus 2008

Antara Kesembuhan Ilahi & Hipnotisme

KESEMBUHAN ILAHI DENGAN HIPNOTIS
“Maukah Engkau sembuh?”[i]

Fenomena Kesembuhan Ilahi
Menarik, acara – acara kesembuhan ilahi selalu digandrungi lebih daripada kebaktian/acara ritual biasa. Ini tentunya disebabkan orang ingin bukan hanya saja sekedar mengikuti kebaktian, tetapi juga ingin menyaksikan dengan mata kepala sendiri mujizat apa yang kira – kira akan terjadi. Rasa ingin tahu yang besar, yang merupakan sifat alami manusia menjadi motivasi kuat untuk menghadiri acara – acara tersebut. Gereja – gereja mulai melirik acara ini untuk dimunculkan dalam ibadah rutin mereka, jadi bukan hanya sekedar pada acara – acara khusus seperti KKR misalnya. Tentu saja ini menjadi daya tarik tersendiri bagi jemaat maupun simpatisan untuk menghadiri acara kebaktian tersebut. Macam – macam motivasi untuk mengikuti acara tersebut. Banyak yang ingin tahu dan ingin menyaksikan sendiri apakah kesembuhan ilahi tersebut benar – benar ada dan nyata ataukah tidak. Ada juga yang percaya dan memang ingin mendapatkan berkat dari acara tersebut.
Sekarang, gereja yang kukuh berpegang pada ritual kebaktian konvensional sebaiknya mulai memikirkan kembali acaranya. Lama – lama jemaat bisa bosan dengan acara yang itu – itu saja, tanpa adanya unsur “ketegangan/kejutan” dan tanda tanya seperti yang umumnya dialami pada ibadah yang memasukkan unsur mujizat kesembuhan ilahi di dalamnya. Akibatnya, lama – lama jemaat bisa tersedot, atau gereja menjadi stagnan/mandeg, tidak berkembang lagi. KKR merupakan salah satu ajang yang cukup efektif untuk menarik jemaat lain ke gereja pelaksananya. Hamba Tuhan yang dipercaya memiki karunia kesembuhan Ilahi menjadi lebih didengar dan diminati.
Ajaibnya, pada acara kesembuhan ilahi tersebut, memang selalu saja ada yang memberikan kesaksian maupun dapat dilihat secara langsung fenomena kesembuhan tersebut, meskipun tidak semua yang maju disembuhkan. Fenomena tersebut menjadi penguat bagi yang hadir maupun yang terlibat di dalamnya bahwa memang kuasa Tuhan dinyatakan dan Tuhan hadir pada acara tersebut. Kesembuhan tersebut dengan sendirinya menjadi legitimasi, yang membuat acara tersebut sah dan menyakinkan sebagai tanda kehadiran dan penyertaan Tuhan.
Namun kalau kita mau membuka mata dan wawasan lebih luas lagi, ternyata fenomena kesembuhan ilahi tersebut tidak hanya dimonopoli kelompok kharismatik saja, atau yang lebih luas, kelompok Kristen saja. Kalau Anda menyaksikan acara televisi malam hari, Anda akan melihat acara – acara ini juga dilakukan oleh kelompok agama lain seperti muslim misalnya. Mungkin di agama dan kepercayaan lain juga ada ritual/acara serupa, tetapi karena keterbatasan pengetahuan penulis, jadi belum tahu. Contohnya adalah acara ruqiyah, mengusir hantu dan lain – lain acara serupa. Kalau diobservasi/diamati, perilaku orang – orang yang terlibat di dalamnya memiliki banyak kemiripan, seperti misalnya penumpangan tangan, penengkingan, roboh, menangis, muntah – muntah dan lain sebagainya. Perbedaan hanya pada simbol – simbol yang digunakan. Kalau pada kelompok Kristiani simbol – simbolnya berpusat pada Yesus, sedangkan pada kelompok lain simbol – simbolnya pada keyakinan kelompok tersebut. Ayat suci Alquran misalnya digunakan pada kelompok – kelompok muslim. Tentunya, sama seperti kita yang mempercayai adanya mujizat kesembuhan ilahi, para penganut keyakinan yang berbeda tersebut juga mempercayai bahwa apa yang terjadi juga merupakan kuasa Tuhan yang dinyatakan dalam acara mereka tersebut. Nah, kalau sudah demikian, persoalan menjadi semakin runyam dan pelik ketika masing – masing bersikukuh bahwa acaranya terjadi karena kuasa Tuhan, sedangkan kelompok lainnya menggunakan kuasa lain di luar Tuhan (lebih celaka lagi kalau menuduh menggunakan kuasa gelap), karena tidak menggunakan simbol yang sama!
Psikologi sebagai ilmu perilaku juga tertarik untuk mempelajari fenomena kesembuhan ilahi tersebut –karena memang berkaitan erat dengan perilaku manusia. Bahkan akhir – akhir ini teori maupun praktek dalam psikologi telah mencapai kemajuan yang pesat sehingga sebagian fenomena tersebut bisa dijelaskan bahkan bisa dieksperimentasikan! Fenomena – fenomena yang dulunya dipahami sebagai supranatural, ternyata tidaklah betul – betul ajaib lagi setelah mendapatkan penjelasan yang logis bahkan bisa dipraktekkan. Oleh sementara orang, kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan ini, khususnya psikologi disalahpahami sebagai gerakan jaman baru/ new age movement yang mendapatkan cap negatif oleh kebanyakan teolog. Praktek – praktek penyembuhan holistik, yang mengacu pada penyembuhan spiritual, mengajarkan untuk hidup harmoni dengan semesta, kembali pada terapi tradisional seperti akupuntur, dan penggunaan obat – obatan yang diambil dari bahan alami telah banyak memberikan hasil kepada yang melakukannya. Oleh karena itu tidaklah mengherankan kalau kelompok – kelompok ini berkembang dengan sangat pesat di seluruh dunia! Indonesia tidak terkecuali mengalami perkembangan yang pesat juga. Maraknya kelompok olah seni pernapasan dengan berbagai macam nama dan kekhasan mereka serta banyaknya anggota yang mengikuti merupakan bukti konkrit dari keberhasilan New Age Movement mempengaruhi arah peradaban kita. Lalu apa bedanya kesembuhan Ilahi yang sekarang ini dilakukan oleh banyak gereja dengan fenomena yang terjadi di luar gereja? Tentunya kita tidak akan puas bila hanya sekedar melihat perbedaannya dari sisi simbolis seperti telah diuraikan di depan. Menariknya, justru antara kesembuhan ilahi yang dilakukan dalam gereja dengan fenomena kesembuhan yang lain memiliki lebih banyak persamaan dari pada perbedaan!

Sejarah Kesembuhan Ilahi dan Hipnosis[ii]
Hipnosis sudah muncul sejak zaman Mesir Kuno, terutama digunakan untuk penyembuhan, dengan menempatkan seseorang pada keadaan seperti tidur. Dokter Swiss, Paracelsus (1493 – 1541) menggunakan magnet untuk penyembuhan. Dia juga menemukan obat merkuri untuk penyakit sifilis. Kemudian Valentine Greatrakes (1628 – 1666), seorang Irlandia yang mampu mengobati dengan menempelkan tangannya ke tubuh pasien, juga dengan melewatkan magnet. Namun pada waktu itu sampai beberapa waktu kemudian, istilah hipnosis belum digunakan untuk fenomena penyembuhan yang dilakukan dengan metode di atas.
Sedangkan fenomena kesembuhan ilahi yang tercatat dalam sejarah Barat/Eropa pertama kali dikenalkan oleh seorang Pastor bernama Johann Joseph Gassner (1727 – 1779). Dia mengembangkan suatu bentuk pengusiran setan (eksorsisme) yang digunakan untuk menyembuhkan berbagai penyakit maupun gangguan. Dia dikenal sebagai penyembuh yang luar biasa pada abad ke delapan belas. Dia banyak merubah dan memperbaiki perilaku orang lain melalui ritual pengusiran setan ini. Namun karena metodenya ini banyak memiliki persamaan dengan metode yang digunakan oleh gereja abad pertengahan (yang dipahami oleh gereja pada abad ke – 18 sebagai memiliki banyak kemiripan dengan teknik yang digunakan oleh para dukun), maka apa yang dilakukan oleh Gassner mendapatkan banyak kecurigaan oleh pihak gereja. Bahkan akhirnya Gassner dilarang untuk menggunakan metodenya tersebut. Pada tahun 1775 Gassner melakukan ritual pengusiran setan ini pada sekumpulan besar orang dan demonstrasinya ini mendapatkan sukses yang luar biasa. Semenjak itulah, ritual pengusiran setan/kesembuhan ilahi tersebut mulai menyebar dan dilakukan di depan orang banyak.
Fenomena yang dilakukan oleh Gassner tersebut dikomentari oleh Friedrich Anton Mesmer. Mesmer (1734 – 1815) menyatakan bahwa Gassner sebenarnya menggunakan magnestisme tanpa menyadarinya. Lebih jauh lagi, Mesmer mempraktekkan hal yang sama dengan efek/akibat yang sama seperti yang dilakukan oleh Gassner, namun tidak menggunakan teknik pengusiran setan. Semenjak saat itu, berkembang dua aliran. Mereka yang kuat keyakinan agamanya lebih berafiliasi dengan metodenya Gassner, sedangkan kaum intelektual dan bangsawan yang tidak religius lebih menyukai tekniknya Mesmer karena teknik tersebut lebih bisa dikaitkan dengan ilmu pengetahuan baru di bidang kelistrikan. Mesmer sendiri memberi istilah “magnetism” pada metodenya. Mesmer ini pulalah yang dianggap sebagai peletak dasar hipnosisme.
Mesmer meyakini bahwa metodenya dapat menyembuhkan segala macam penyakit. Pandangannya ini lalu diserang oleh kelompok medis. Para dokter segera menjadi lawannya. Kemudian dibentuk komisi yang bertugas menyelidiki teori Mesmer dan pada tahun 1784 komisi tersebut menyatakan tidak diketemukan dasar – dasar ilmiah dari teorinya Mesmer. Namun meskipun komisi tersebut membuat laporan yang melawan Mesmer dan mendiskreditkannya, mesmerisme (sebutan teknik yang digunakan oleh Mesmer) semakin menjadi populer karena terbukti mampu menyembuhkan orang atau setidaknya orang yang ditangani menjadi lebih baik.
Pada tahun 1843, James Braid, seorang alih bedah menyimpulkan bahwa kondisi setengah sadar (trance/trans) yang digunakan dalam mesmerisme adalah akibat yang penyebabnya alami. Kemudian istilah mesmerisme diganti dengan nama hipnosis (dari bahasa Yunani, artinya tidur, tahun 1850). Pada dekade berikutnya, hipnosis menjadi suatu metode yang populer di kalangan kedokteran baik di Eropa maupun Amerika. Metode ini digunakan untuk membantu operasi sehingga pasien tidak mengalami kesakitan maupun untuk menghilangkan rasa nyeri. Apalagi pada waktu itu juga belum diketemukan obat – obatan yang berfungsi untuk menghilangkan rasa sakit/bersifat bius. Perancis pada tahun 1880-an mengembangkan dua sekolah yang mempelajari hipnosis. Semenjak itu metode dan teori mengenai hipnosis semakin berkembang. Ada tokoh yang menyatakan bahwa hipnosis adalah keadaan tersugesti (dipengaruhi). Namun pendapat ini ditentang oleh Charcot (seorang neurolog yang menjadi kepala sekolah Salpetriere, sekolah sekaligus rumah sakit jiwa di Perancis) yang meyakini bahwa hipnosis tidak sekedar keadaan tersugesti tetapi memiliki dasar somatis (fisik).
Sigmund Freud (murid Charcot) dan koleganya Joseph Breuer pada akhir tahun 1880-an mulai memberikan penjelasan psikologis mengenai fenomena hipnosis setelah melakukan penyelidikan klinis dengan pasien – pasiennya di bidang hipnosis ini. Freud kemudian mengembangkan teori psikoanalisa –teori baru di bidang psikologi pada waktu itu yang menjadi revolusi di bidang psikologi, karena dikenalkannya ketidaksadaran sebagai bagian integral dari manusia. Berkat jasa Freud inilah, antara kedokteran dan psikologi menemukan jalan baru untuk bekerja sama, terlebih dengan diketemukannya gangguan psikosomatis, yaitu penyakit fisik yang sebenarnya berakar pada masalah psikologis.(Hampir semua penelitian membuktikan sebagian besar penyakit fisik memiliki sebab atau setidaknya berkaitan dengan faktor psikologis). Freud bukan saja menjadi bapak psikologi, namun pandangannya kemudian juga mempengaruhi ilmu pengetahuan di bidang lainnya. Orang sering menyebutnya sebagai “Einsten-nya Psikologi”.
Pada perang saudara di Amerika sekitar tahun 1800 – an, hipnosis digunakan untuk mengobati luka akibat perang, baik untuk mempercepat proses penyembuhan maupun untuk menghilangkan rasa sakit ketika menjalani prosedur operasi. Pada perang dunia I dan II serta perang Korea, hipnosis banyak digunakan untuk merawat stres akibat perang.
Ormond McGill (1913 – 2005) merupakan salah satu pesulap panggung yang dikenal mempraktekkan hipnosis sebagai objek hiburan.
[i] Yohanes 5:6. Baca juga ayat ke tujuh. Orang lumpuh itu memiliki keinginan yang besar untuk sembuh sampai tiba waktunya Yesus datang menyembuhkannya. Dia memiliki keyakinan untuk sembuh. Bandingkan dengan ayat – ayat lain seperti Matius 9: 21; 14:36 dsb.
[ii] Diambil dari berbagai sumber, seperti Harry Gottesfeld, 1979, Abnormal Psychology, A Community Mental Health Perspective. Science Research Associates, INC. hlm. 32 – 34. Firman Firdaus. 27 November 2005. Media Indonesia. Hipnosis, Sebuah Manipulasi Persepsi. Hlm. 8.

Bagaimana kesejajaran antara praktek kesembuhan ilahi dengan hipnotisme dan bagaimana penyakit bisa dijelaskan dengan teori psikosomatis, Click here to download file

Kamis, 21 Agustus 2008

Inner Healing


TERAPI INNER HEALING (PENYEMBUHAN LUKA BATIN)[1]
Siswanto
[2]

ABSTRAK

Penyembuhan luka batin (terapi inner healing) merupakan salah satu bentuk psikoterapi yang memiliki potensi untuk dikembangkan dalam konteks Indonesia. Terapi ini relatif sesuai dengan budaya Indonesia yang agamis. Sebenarnya akar terapi penyembuhan luka batin ada dalam ritual keagamaan (semua agama memiliki ritual semacam ini, namun ada yang menonjol/dipraktekkan, ada yang tidak). Terapi penyembuhan luka batin mengintegrasikan unsur spiritualitas dengan psikologis (psikospiritual). Selain cocok dalam konteks Indonesia, terapi luka batin juga memiliki kelebihan yaitu bisa dipraktekkan secara massal, tidak harus secara individual sehingga jangkauannya menjadi lebih luas. Namun permasalahannya, sejauh ini belum ada yang meneliti efektifitas terapi luka batin bagi kesehatan individu. Penelitian ini bertujuan mengeksplorasi efektifitas terapi luka batin (inner healing) pada diri peserta terapi, dinamika yang terjadi dalam diri peserta serta sejauh mana perubahan dialami. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif, khususnya metode Personal Experience (metode pengalaman pribadi). Ada 38 subjek yang terlibat dalam penelitian, namun 1 subjek gugur karena pada saat pengambilan data tidak masuk karena sakit. Subjek diminta menuliskan pengalaman mereka sebelum, selama dan setelah mengikuti acara penyembuhan luka batin. Analisa dilakukan berdasarkan tulisan masing – masing subjek. Didapatkan hasil dari 37 subjek, ada 5 subjek yang menuliskan pengalaman negatif yang berkaitan dengan efek acara seperti kecapaian (3 subjek) dan relasi yang tetap buruk dengan teman (2 subjek). Subjek lainnya melaporkan perubahan positif yang tetap bertahan selama dan setelah mengikuti acara penyembuhan luka batin. Penyembuhan luka batin ini menunjukkan bisa digunakan untuk membantu individu mengembangkan diri lebih baik. Bahkan penyembuhan luka batin memiliki kekhasan dibanding terapi lainnya, seperti bisa digunakan secara massal, berdampak langsung pada emosi/perasaan dengan munculnya perasaan lega, damai, tenang, plong, menumbuhkan motivasi untuk menjadi lebih baik, serta membawa perubahan perilaku yang seketika terutama dalam hal memperbaiki relasi interpersonal yang kurang baik sebelumnya.

Kata kunci: inner healing, penyembuhan luka batin, metode pengalaman pribadi,

egosentris, transendensi, reframing, motivasi, cinta, memaafkan,

relasi


[1] Penelitian ini didanai program Magister Psikologi Unika Soegijapranata Semarang
[2] S.Psi., M.Si., Staf Pengajar Fakultas Psikologi Unika Soegijapranata Semarang



Selengkapnya klik file ini.

Rabu, 20 Agustus 2008

bahasa lidah (glossolalia)

Bahasa lidah atau bahasa roh masih menjadi pembicaraan yang seru di kalangan berbagai denominasi Kristiani pada umumnya. Tahukah Anda, ternyata bahasa lidah merupakan fenomena yang universal, terdapat pada hampir semua bangsa dan budaya. Berdasarkan penelitian, ternyata didapati memang ada dua tipe bahasa lidah: yang sehat dan yang memiliki kecenderungan gangguan mental. Ketidakmengertian mengenai kedua tipe bahasa lidah inilah yang nampaknya sering memicu kontroversi, terutama di kalangan praktisi kesehatan dengan pemeluk yang meyakini fenomena bahasa lidah sebagai sesuatu yang sakral. selengkapnya download di bawah ini.
Click here to download file

menanggulangi bahaya media elektronik pada anak

Bagaimana mengatasi anak yang kecanduan media elektronik, khususnya televisi & Play station?
Click here to download file

Bahaya media elektronik bagi anak

Ada berbagai macam media elektronik. Namun media yang paling kuat memberi pengaruh adalah televisi. Apa saja keuntungan dan bahaya dari media elektronik yang menyekitari kita? Penelitian menunjukkan kalau individu banyak menghabiskan waktu di depan tv, mereka akan rawan terhadap gangguan mental. Selengkapnya baca di bawah ini.
Click here to download file

Selasa, 19 Agustus 2008

Membentuk kepribadian yang matang

Kepribadian yang Matang

Apakah kepribadian itu? Kita sering mendengar kata kepribadian. Sedikit banyak kita mengerti apa yang dimaksud dengan kepribadian. Kepribadian sering diartikan sebagai ciri, sifat, karakter, temperamen. Semuanya tidak salah, namun pengertian tersebut kurang lengkap.
Kepribadian seseorang tidak terjadi begitu saja. Kepribadian terbentuk dari hasil interaksi antara faktor bawaan dan faktor lingkungan. Kedua faktor tersebut saling berinteraksi membentuk kepribadian seseorang. Para ahli umumnya berpendapat bahwa kepribadian telah terbentuk pada umur 5 tahun. Setelah itu yang berkembang dari kepribadian adalah pengkayaan dan penghalusan respon-responnya terhadap situasi lingkungan.
Pendapat di atas implisit menyatakan pentingnya pengasuhan anak pada usia 5 tahun pertama kehidupannya, karena pengasuhan di usia ini akan menentukan jalan kehidupan selanjutnya kelak. Itulah sebabnya, mengapa penanganan terhadap anak-anak remaja dan usia selanjutnya, menjadi semakin sulit. Namun fenomena yang sering terjadi, orang tua (pembimbing) biasanya lalai menegakkan prinsip-prinsip pengasuhan/pembinaan yang baik dan bahkan menyerahkan pengasuhan anak mereka yang kecil kepada pembantu atau babysitter!
Uraian di atas menyiratkan bahwa masa lalu mempunyai pengaruh yang penting bagi terbentuknya kepribadian pada masa dewasa. Pengalaman-pengalaman yang positif yang didapat pada masa lampau memungkinkan terbentuknya individu dengan kepribadian yang matang. Sedangkan pengalaman-pengalaman yang merugikan akan membawa andil pada munculnya kepribadian yang rapuh. Perlu dicatat di sini, pengalaman yang positif bukanlah selalu harus berupa pengalaman yang selalu memuaskan keinginan anak, sebaliknya pengalaman merugikan tidaklah dalam arti pengalaman tersebut menyakitkan bagi anak.
Contoh pengalaman yang merugikan sehingga membentuk kepribadian yang rapuh pada masa dewasa adalah sebagai berikut. Sering kali dijumpai banyak anak yang memaksakan keinginannya agar dituruti oleh orang tuanya. Pada anak kecil, anak melakukan temper tantrum (menangis, berteriak, berguling-guling di lantai dan lain-lain) sehingga orang tua sering kali tidak tahan melihatnya dan terpaksa menuruti keinginan si anak. Ketika anak menjadi lebih besar, keahliannya untuk memanipulasi orang tua menjadi semakin canggih, antara lain dengan ancaman mogok sekolah. Akibatnya orang tua menjadi kalang kabut dan menuruti keinginan si anak walaupun kali ini tuntutannya mahal dan mungkin beresiko (meminta sepeda motor misalnya).
Matang tidaknya kepribadian seseorang dapat dilihat dari perilaku dan kecenderungan berperilaku yang dimunculkan, yang cenderung menetap. Orang dikatakan memiliki kepribadian yang matang bila dia dapat menyesuaikan diri dengan kondisi dan tuntutan lingkungan yang senantiasa berubah, dia dapat membawakan dirinya secara fleksibel. Kepribadian yang matang juga ditunjukkan dengan dimilikinya prinsip-prinsip hidup yang jelas, sekaligus kemampuan untuk menjalankan prinsip-prinsip tersebut secara konsisten.
Sebaliknya, kepribadian yang rapuh, kekanak-kanakan dimunculkan dengan tingkah laku – tingkah laku yang tidak adaptif, kaku, menarik diri, impulsif dan labil.

Konsep Modifikasi Tingkah Laku

Pada dasarnya tingkah laku yang dimunculkan oleh individu itu merupakan bentukan dari stimulus yang mendahului dan konsekuensi yang diterima sebagai akibat tingkah laku tersebut.

Stimulus > Respon/tingkah laku > Konsekuensi

Misal, pada contoh di atas, anak melihat mainan (stimulus), kemudian dia bertingkah laku meminta kepada orang tua untuk membelikan mainan tersebut (respon/reaksinya). Bila orang tua membelikan mainan tersebut (konsekuensi), maka di masa mendatang, tingkah laku meminta tersebut akan cenderung diulangi lagi. Sebaliknya bila konsekuensi yang didapat adalah negatif (orang tua tidak membelikan) maka tingkah laku meminta tersebut akan menghilang, cenderung tidak diulangi lagi dan diganti dengan tingkah laku yang lain (menangis, berguling-guling dan sebagainya).
Reaksi-reaksi tertentu yang mendapatkan konsekuensi-konsekuensi yang menyenangkan akan menjadi semakin kuat sehingga semakin mudah dan sering kemunculannya dalam tingkah laku. Sedangkan reaksi/respon yang mendapat konsekuensi yang tidak menyenangkan akan menghilang.
Berdasarkan keterangan di atas dapat dimengerti pentingnya hadiah dan hukuman dalam membentuk tingkah laku seseorang. Hadiah adalah segala sesuatu yang menyenangkan anak. Hadiah tidak selalu berupa benda, semakin bertambah usia anak, hadiah bisa berujud bermacam-macam: makanan, mainan, belaian, dekapan, senyuman, pujian dan lain-lainnya. Demikian juga hukuman adalah segala sesuatu yang mendatangkan ketidaknyamanan bagi anak: pukulan, tidak boleh menonton tv, teriakan, mengerjakan tugas tambahan, tidak boleh keluar kamar dan lain sebagainya.
Tingkah laku yang terus di ulang-ulang memiliki kencenderungan untuk muncul pada situasi/stimulus yang lainnya. Ini disebut generalisasi. Misalnya: anak yang suka berteriak bila meminta makan di rumah dan mendapat konsekuensi yang positif (teriakannya dipenuhi), akan cenderung menggunakan kebiasaan berteriaknya pada situasi-situasi lainnya seperti misalnya ketika di kelas dia meminta mainan pada temannya.

Membentuk Kepribadian yang Matang

Berdasarkan konsep modifikasi perilaku di atas, kita dapat menerapkannya untuk membentuk anak-anak supaya memiliki kepribadian yang matang. Adapun prinsip-prinsip bimbingan yang mesti dijalankan agar kepribadian anak tumbuh dengan baik adalah sebagai berikut.

1. Kenali usia perkembangan anak
Kebanyakan kita tanpa disadari berpikir bahwa anak-anak sama dengan kita, orang dewasa. Kita berpikir bahwa mereka mestinya tahu apa yang kita inginkan lewat apa yang kita katakan. Banyak pembimbing (orang tua, guru) yang mengeluh, karena anaknya sudah diberitahu berulang kali tentang hal yang dilarang, tetapi tetap dilakukan juga. Seolah-olah mereka memang bandel. Benarkah demikian?
Banyak kesalahpahaman dalam pembimbingan terjadi karena kekurangmengertian pembimbing mengenai tahap-tahap perkembangan anak. Setiap tahap perkembangan menghasilkan pola-pola reaksi yang berbeda dari anak, dan ini juga menuntut perbedaan pola pembimbingan/pengasuhan. Anak kecil sebagian besar tidak cukup hanya diberi peringatan berupa kata-kata saja, namun perlu ada bentuk-bentuk yang lain, c/: menyatakan suatu hal berbahaya. Orang tua sering kali kurang berani melakukan tindakan fisik (memukul pantat misalnya) terhadap anaknya yang masih batita. Mereka hanya melarang dengan kata-kata, padahal anak masih belum paham sebagian besar arti dari larangan tersebut, sehingga mereka tetap melakukan saja apa yang mereka inginkan. Untuk memahami anak di setiap usia perkembangan, sudah ada banyak buku/majalah yang ditulis dengan bahasa populer yang bisa dipakai sebagai acuan.

2. Beri kesempatan anak untuk memikirkan akibat perbuatannya
Anak-anak sedini mungkin perlu dilatih untuk memahami hubungan antara perilakunya dengan konsekuensi yang didapat. Dengan demikian nantinya anak-anak akan belajar untuk berhati-hati dalam bertingkah laku karena sudah terbiasa untuk memikirkan resiko dari perbuatan yang dilakukannya. Cara ini bisa dilakukan bila kita memberitahukan terlebih dulu akibat yang diperoleh anak bila dia melakukan tingkah laku tertentu. Misal: beri anak waktu untuk berpikir sebelum dia melakukan sesuatu. (c/ diberi hitungan). Ini membawa manfaat bagi anak untuk mulai berlatih mengontrol keinginannya sendiri dari dalam, bukan karena faktor dari luar.

3. Belajar mengubah cara-cara yang keliru dalam pembimbingan/
pengasuhan
Sering pembimbingan menjadi tidak efektif karena cara yang digunakan kurang tepat. Yang paling umum terjadi adalah perintah, larangan atau pesan yang disampaikan kepada anak terlalu umum dan kurang khusus/spesifik sehingga memungkinkan penafsiran yang luas bagi anak. Misal, mengatakan kepada anak: “Jangan nakal, yaa!” Padahal yang dimaksud adalah jangan memanjat pohon tanpa sepengetahuan kita. Akibatnya, anak menjadi salah tingkah, mungkin justru melakukan hal yang sebenarnya kita larang karena itu menurutnya bukan perbuatan nakal, atau bahkan membentuknya menjadi pribadi yang pasif dan penakut karena menurutnya perintah itu berarti dia tidak boleh melakukan apapun!
Juga kita sering kali menggunakan bahasa “tuduhan” kepada anak dalam menyampaikan suatu hal. Padahal, siapapun orangnya biasanya spontan akan membela diri bila merasa diserang. Alangkah baiknya kita mulai mengganti bahasa tuduhan tersebut dengan bahasa yang melatih anak untuk berempati, sehingga memberi rangsangan kepada dia untuk memahami orang lain.

4. Seimbangkan antara kritikan dan pujian
Seringkali pembimbing/orang tua kurang menyadari bahwa mereka terlalu banyak menuntut dan mengkritik anak dibanding dengan memberi pujian. Misal, anak selama di sekolah telah mulai bersikap proaktif, namun karena pada akhir jam pengajaran dia rewel, orang tua justru memberi perhatian dan mengkritik rewelnya. Akibatnya, sikap proaktif yang mulai ditunjukkan menjadi tidak berarti bagi anak dan anak mungkin akan mengembangkan gambaran diri yang negatif.

5.Tegakkan disiplin yang konsisten
Prinsip yang kelima ini menjadi penting karena justru menjadi inti pengasuhan yang efektif. Pengasuh harus menerapkan aturan yang jelas dan konsisten dari waktu ke waktu, sehingga anak betul-betul berhasil membatinkan aturan tersebut. Konsisten di sini juga dalam pengertian, apa yang dikatakan oleh orang tua harus dilakukan/terjadi. Misal, dalam menjanjikan suatu hadiah atau memberikan ancaman hukuman. Oleh karena itu pengasuh pun harus berhati-hati dalam memberikan janji atau mengeluarkan suatu ancaman.

Penutup
Menjadi pembimbing (orang tua, pendidik dsb.) tidaklah mudah. Dibutuhkan bukan hanya kemauan untuk menjadi pembimbing yang baik, tetapi juga perlu keterampilan yang memadai. Apa yang didapatkan dari pengasuh/pembimbing kita yang dulu tidaklah cukup, kita perlu senantiasa belajar keterampilan-keterampilan yang baru dan membiasakannya dalam keseharian sehingga nantinya mendarah daging dengan sendirinya. Oleh karena itu bicara saja tidak cukup, perlu latihan dan penerapan dalam keseharian. Kiranya Tuhan membimbing dan memberi hikmat!

Salam Kenal


Apa kabar?
Saya tertarik pada pengalaman-pengalaman yang berkaitan dengan perilaku, terutama perilaku dalam berolah spiritual. Itulah mengapa blog ini, saya namai psikospiritual.
Sejatinya blog psikospiritual membicarakan banyak hal seputar perilaku dan spiritualitas. Bagaimana menggapai perilaku dan spiritualitas yang sehat.
Kita kan dikenal sebagai bangsa hipokrit alias munafik. Bayangkan betapa banyak rumah ibadah yang ada dan dikunjungi penuh sesak oleh jemaahnya. Namun dalam kehidupan keseharian korupsi dan kejahatan tidak kalah nyatanya. Mudah-mudahan melalui blog ini ada pencerahan bagi kita.

Saya mengundang siapa pun untuk urun rembug, mengurai kekusutan perilaku dan spiritualitas kita bersama. Saya senang kalau ini bisa menjadi rahmat dan berkat bagi setiap pengunjung.