GEREJA DAN ILMU PENGETAHUAN: Sejarah Panjang Perjuangan Mencari Kebenaran
“the Bible teaches how to go to heaven, not how the heavens go”. (Kitab Suci mengajarkan bagaimana pergi ke surga, tidak mengajarkan bagaimana langit berputar”. (Galileo)[i]
Belajar dari Sejarah dan Menjadi Bijak
Sejarah perkembangan ilmu pengetahuan tidak bisa dilepaskan begitu saja dari upayanya melepaskan diri dari kekuasaan gereja. Sekularisme yang melanda Barat merupakan buah dari perjuangan panjang tersebut. Oleh karena itu banyak yang berpendapat adalah kurang tepat untuk menyamakan bangsa Barat dengan Kristiani atau Nasrani begitu saja karena pada dasarnya yang menjiwai manusia Barat bukanlah nilai – nilai Kristiani saja, tetapi lebih dari itu adalah sekularisme. Gereja, yang diwujudkan dalam bentuk bangunan maupun kebiasaan yang berkaitan dengannya, lebih merupakan warisan budaya yang memang dulunya pernah dikuasai oleh gereja yang saling kompromi dengan kekuasaan negara.
Abad di mana kekuasaan gereja begitu mendominasi sehingga interpretasi terhadap kebenaran sepenuhnya berada di tangan gereja, kemudian dikenal sebagai “abad kegelapan” , suatu sebutan yang sebetulnya ironis, karena gereja seringkali menyebut dirinya sendiri sebagai “pembawa terang”! Namun sebutan tersebut sekaligus juga menunjukkan munculnya antipati masyarakat Barat sendiri terhadap gereja dan ajarannya. Masyarakat Barat menaruh ketidakpercayaan yang besar bahkan mendalam terhadap ajaran gereja, mencurigai dan sekaligus bersikap skeptis mengenai kebenaran yang diajarkan oleh gereja.
Sumber ketidakpercayaan yang mendalam terhadap ajaran gereja bermuara dari begitu banyaknya korban akibat memegang keyakinan secara membuta terhadap dogma gereja beserta segenap ajarannya, tanpa dilandasi dengan fakta yang objektif. Begitu banyak orang yang dipenjarakan, disiksa bahkan dibunuh karena memegang fakta yang diyakini mereka sebagai kebenaran, yang berbeda dengan kebenaran yang diwartakan oleh gereja, yang waktu itu diyakini bersumber dari kitab suci. Melawan ajaran gereja disamakan dengan melawan kitab suci dan oleh karena itu berarti melawan Allah sehingga perlu mendapatkan hukuman! Mereka dianggap sebagai tersesat dan kalau mengaku salah serta bertobat, baru mendapatkan pengampunan. Gereja pada waktu itu betul – betul menganggap dirinya sebagai penguasa mutlak untuk interpretasi atas kebenaran dan pengetahuan.
Sejak awal kemunculannya pada abad ke – 16, ilmu pengetahuan mulai mengemukakan gagasan baru yang mengubah pandangan atau gambaran tentang alam semesta, kedudukan manusia di dunia, pandangan mengenai Tuhan sendiri, bahkan akhir – akhir ini mengenai misteri manusia yang mulai dikuak oleh psikologi, suatu ilmu pengetahuan yang relatif muda karena baru muncul pada awal abad ke – 19. Tentu saja ini membawa ketegangan yang terus – menerus terhadap ajaran dan dogma gereja yang cenderung statis. Ajaran gereja cenderung mencurigai ilmu pengetahuan karena seringkali penemuan ilmu pengetahuan dianggap bisa menggoyahkan iman pemeluknya. Thomas, salah satu murid Yesus, sering dianggap mewakili ciri sikap ilmiah yang selalu bersikap skeptis, tidak begitu saja mempercayai sesuatu tanpa disertai bukti konkrit. Sikap seperti yang ditunjukkan Thomas dimaknai secara negatif dalam kebanyakan materi kotbah sebagai sikap orang yang kurang percaya. “Sebelum aku melihat bekas paku pada tangan-Nya dan sebelum aku mencucukkan jariku ke dalam bekas paku itu dan mencucukkan tanganku ke dalam lambung-Nya, sekali – kali aku tidak akan percaya.” Dilupakan, bahwa Yesus pun menghargai sikap seperti yang ditunjukkan oleh Thomas dengan tetap menampakkan diri kepadanya. Ini memberikan penuntun bahwa apa yang dilakukan oleh ilmuwan dengan sikap skeptisnya tidaklah bertentangan dengan kitab suci.[ii]
Meskipun sering kali mendapatkan tentangan dari agama (dalam hal ini memang tidak khusus pada agama Kristiani saja, karena semua agama pada akhirnya memiliki sikap yang serupa), ilmu pengetahuan terus maju memantapkan langkahnya sebagai cara manusia untuk mengetahui realita dan kebenaran, meskipun dalam perjalanannya bukan tanpa korban. Satu demi satu ilmuwan mendapatkan hukuman, dipenjara dan beberapa di antaranya bahkan dibunuh karena hasil pemikiran mereka dianggap sesat dan bertentangan dengan ajaran gereja pada waktu itu. Galileo sebagai contohnya.
Galileo Galilei, seorang ilmuwan muda pada awal tahun 1600 – an berhasil membuat teleskop modern yang pertama di Eropa. Melalui teleskop tersebut, Galileo melakukan pengamatan terhadap alam semesta. Ilmu astronomi kala itu merupakan ilmu yang bagi kebanyakan orang masih dipandang berbau magis dan sekaligus ilmu pengetahuan. Sebelum Galileo, tidak ada alat yang mencukupi untuk mempelajari alam semesta secara lebih rinci. Orang pada waktu itu mengikuti sistem Ptolomeus untuk menjelaskan alam semesta. Teori Ptolomeus mendapatkan dukungan dari Gereja karena menyatakan bahwa bumi adalah pusat tata surya. Matahari, bulan dan bintang berputar mengelilingi bumi. Teori ini memberikan penjelasan yang waktu itu berdasarkan logika Aristoteles, cukup masuk akal. Apalagi apa yang dinyatakan oleh teori Ptolomeus tersebut mendapatkan pembenaran dari Kitab Suci.[iii]
Dengan bantuan teleskopnya, Galileo menemukan bahwa Venus mengelilingi matahari, bukan mengelilingi bumi seperti yang diyakini pada waktu itu. Kalau venus mengelilingi matahari, sedangkan matahari dan planet – planet lain mengelilingi bumi, sistem tata surya menjadi kompleks, rumit, dan membingungkan. Oleh karena itu teori alam semesta dengan bumi sebagai pusat patut dicurigai. Sebagai gantinya, Galileo menyetujui gagasan Copernicus, seorang imam Polandia yang pada tahun 1543 menyatakan gagasan, adalah jauh lebih sederhana secara matematis bila bumilah yang mengelilingi matahari, bukan sebaliknya.
Tentu saja pendapat Galileo yang mendukung hipotesis Copernicus mendapatkan tentangan dari pihak Gereja. Pada tahun 1616 Gereja mengumumkan bahwa hipotesis Copernicus yang menyatakan bahwa bumi berputar mengelilingi matahari, secara formal sesat karena dengan jelas bertentangan dengan ajaran Kitab Suci baik menurut arti harfiahnya maupun berdasarkan penafsiran umum Bapa – bapa Gereja. Namun Galileo tetap saja mengembangkan pendapatnya yang diyakininya sebagai kebenaran, meskipun dengan hati – hati. Pada tahun 1610 Galileo menerbitkan buku yang berjudul Siderius Nuntius, yang menjadi kontroversi mengenai alam semesta. Akhirnya dia mendapatkan hukuman semacam tahanan rumah. Pada bulan tanggal 22 Juni 1633 teorinya secara resmi dikecam oleh Gereja dan dinyatakan sebagai sesat. Galileo dipaksa sambil bersumpah akan menolak kepercayaan pada alam semesta heliosentris (matahari sebagai pusat tata surya) dan bahwa bumi tidak bergerak mengelilingi matahari. Pemaksaan ini perlu agar bisa menghindari hukuman pengucilan dan bahkan mungkin kematian yang lebih dini (dan tidak wajar).
Kebenaran pada akhirnya tetap akan menyatakan dirinya. Ilmu pengetahuan terus maju, teleskop buatan Galileo terus disempurnakan dan semakin banyak yang menggunakan sehingga dengan sendirinya semakin banyak orang yang mengakui kebenaran pendapat Galileo. Lalu bagaimana dengan gereja sendiri? Baru pada tahun 1822 Gereja Katolik secara formal mengizinkan sistem heliosentris diajarkan di negeri – negeri Katolik. Kemudian baru pada tahun 1992 (kurang lebih 300 tahun kemudian!) Paus Yohanes Paulus II mengeluarkan permintaan maaf Gereja Katolik secara anumerta kepada Galileo.[iv]Galileo adalah riak kecil pencarian kebenaran yang kemudian berbenturan dengan kepercayaan keagamaan. Ada banyak martir atau sahid, baik yang berasal dari ilmuwan sendiri maupun mereka yang melakukan interpretasi sendiri terhadap kitab suci yang kemudian dianggap sebagai sesat, kemudian diperlakukan secara tidak manusiawi. Sejarah gelap seperti itulah yang kemudian memantapkan bangsa Barat untuk memalingkan diri dari kepercayaan agama dan mengarahkan pandangannya kepada sekularisme. Sejarah mengajarkan, kepercayaan yang buta tanpa diterangi oleh ilmu pengetahuan hanya akan menghasilkan kepercayaan yang palsu bahkan pada akhirnya berakhir dengan memalukan! Keyakinan agama perlu diterangi oleh ilmu pengetahuan sehingga iman yang dihasilkan tidak dikotori dengan prasangka – prasangka yang pada akhirnya justru menyesatkan.
[i] Kealy, S.P., CSSp., 1994. Ilmu Pengetahuan dan Kitab Suci. Terjemahan & Pengantar oleh Sudarminta, SJ. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Hlm.18
[ii] bnd. Yohanes 20:24 – 29.
[iii] Bnd. Yosua 10:12,13. Lalu Yosua berbicara kepada TUHAN pada hari TUHAN menyerahkan orang Amori itu kepada orang Israel; ia berkata di hadapan orang Israel: "Matahari, berhentilah di atas Gibeon dan engkau, bulan, di atas lembah Ayalon!"Maka berhentilah matahari dan bulanpun tidak bergerak, sampai bangsa itu membalaskan dendamnya kepada musuhnya. Bukankah hal itu telah tertulis dalam Kitab Orang Jujur? Matahari tidak bergerak di tengah langit dan lambat-lambat terbenam kira-kira sehari penuh. Istilah matehari terbit dan terbenam yang kita gunakan, sebetulnya implisit menunjukkan pendapat bahwa mataharilah yang berjalan, bukan bumi. Hanya karena kita telah memahami betul mengenai tata surya, pengertian sehari- hari ini lalu tidak lagi menjadi persoalan. Namun dulu ini menjadi persoalan yang serius karena kitab suci seringkali menggunakan istilah serupa dan orang menterjemahkannya seperti apa adanya. Bumi dianggap datar serta langit di atas tempat menggantungnya matahari, bulan dan bintang. Benda – benda langit itulah yang berjalan, sedangkan bumi tetap tinggal di tempat.
[iv] Lowney, C., 2005. Heroic Leadership. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Hlm. 100 – 105.
“the Bible teaches how to go to heaven, not how the heavens go”. (Kitab Suci mengajarkan bagaimana pergi ke surga, tidak mengajarkan bagaimana langit berputar”. (Galileo)[i]
Belajar dari Sejarah dan Menjadi Bijak
Sejarah perkembangan ilmu pengetahuan tidak bisa dilepaskan begitu saja dari upayanya melepaskan diri dari kekuasaan gereja. Sekularisme yang melanda Barat merupakan buah dari perjuangan panjang tersebut. Oleh karena itu banyak yang berpendapat adalah kurang tepat untuk menyamakan bangsa Barat dengan Kristiani atau Nasrani begitu saja karena pada dasarnya yang menjiwai manusia Barat bukanlah nilai – nilai Kristiani saja, tetapi lebih dari itu adalah sekularisme. Gereja, yang diwujudkan dalam bentuk bangunan maupun kebiasaan yang berkaitan dengannya, lebih merupakan warisan budaya yang memang dulunya pernah dikuasai oleh gereja yang saling kompromi dengan kekuasaan negara.
Abad di mana kekuasaan gereja begitu mendominasi sehingga interpretasi terhadap kebenaran sepenuhnya berada di tangan gereja, kemudian dikenal sebagai “abad kegelapan” , suatu sebutan yang sebetulnya ironis, karena gereja seringkali menyebut dirinya sendiri sebagai “pembawa terang”! Namun sebutan tersebut sekaligus juga menunjukkan munculnya antipati masyarakat Barat sendiri terhadap gereja dan ajarannya. Masyarakat Barat menaruh ketidakpercayaan yang besar bahkan mendalam terhadap ajaran gereja, mencurigai dan sekaligus bersikap skeptis mengenai kebenaran yang diajarkan oleh gereja.
Sumber ketidakpercayaan yang mendalam terhadap ajaran gereja bermuara dari begitu banyaknya korban akibat memegang keyakinan secara membuta terhadap dogma gereja beserta segenap ajarannya, tanpa dilandasi dengan fakta yang objektif. Begitu banyak orang yang dipenjarakan, disiksa bahkan dibunuh karena memegang fakta yang diyakini mereka sebagai kebenaran, yang berbeda dengan kebenaran yang diwartakan oleh gereja, yang waktu itu diyakini bersumber dari kitab suci. Melawan ajaran gereja disamakan dengan melawan kitab suci dan oleh karena itu berarti melawan Allah sehingga perlu mendapatkan hukuman! Mereka dianggap sebagai tersesat dan kalau mengaku salah serta bertobat, baru mendapatkan pengampunan. Gereja pada waktu itu betul – betul menganggap dirinya sebagai penguasa mutlak untuk interpretasi atas kebenaran dan pengetahuan.
Sejak awal kemunculannya pada abad ke – 16, ilmu pengetahuan mulai mengemukakan gagasan baru yang mengubah pandangan atau gambaran tentang alam semesta, kedudukan manusia di dunia, pandangan mengenai Tuhan sendiri, bahkan akhir – akhir ini mengenai misteri manusia yang mulai dikuak oleh psikologi, suatu ilmu pengetahuan yang relatif muda karena baru muncul pada awal abad ke – 19. Tentu saja ini membawa ketegangan yang terus – menerus terhadap ajaran dan dogma gereja yang cenderung statis. Ajaran gereja cenderung mencurigai ilmu pengetahuan karena seringkali penemuan ilmu pengetahuan dianggap bisa menggoyahkan iman pemeluknya. Thomas, salah satu murid Yesus, sering dianggap mewakili ciri sikap ilmiah yang selalu bersikap skeptis, tidak begitu saja mempercayai sesuatu tanpa disertai bukti konkrit. Sikap seperti yang ditunjukkan Thomas dimaknai secara negatif dalam kebanyakan materi kotbah sebagai sikap orang yang kurang percaya. “Sebelum aku melihat bekas paku pada tangan-Nya dan sebelum aku mencucukkan jariku ke dalam bekas paku itu dan mencucukkan tanganku ke dalam lambung-Nya, sekali – kali aku tidak akan percaya.” Dilupakan, bahwa Yesus pun menghargai sikap seperti yang ditunjukkan oleh Thomas dengan tetap menampakkan diri kepadanya. Ini memberikan penuntun bahwa apa yang dilakukan oleh ilmuwan dengan sikap skeptisnya tidaklah bertentangan dengan kitab suci.[ii]
Meskipun sering kali mendapatkan tentangan dari agama (dalam hal ini memang tidak khusus pada agama Kristiani saja, karena semua agama pada akhirnya memiliki sikap yang serupa), ilmu pengetahuan terus maju memantapkan langkahnya sebagai cara manusia untuk mengetahui realita dan kebenaran, meskipun dalam perjalanannya bukan tanpa korban. Satu demi satu ilmuwan mendapatkan hukuman, dipenjara dan beberapa di antaranya bahkan dibunuh karena hasil pemikiran mereka dianggap sesat dan bertentangan dengan ajaran gereja pada waktu itu. Galileo sebagai contohnya.
Galileo Galilei, seorang ilmuwan muda pada awal tahun 1600 – an berhasil membuat teleskop modern yang pertama di Eropa. Melalui teleskop tersebut, Galileo melakukan pengamatan terhadap alam semesta. Ilmu astronomi kala itu merupakan ilmu yang bagi kebanyakan orang masih dipandang berbau magis dan sekaligus ilmu pengetahuan. Sebelum Galileo, tidak ada alat yang mencukupi untuk mempelajari alam semesta secara lebih rinci. Orang pada waktu itu mengikuti sistem Ptolomeus untuk menjelaskan alam semesta. Teori Ptolomeus mendapatkan dukungan dari Gereja karena menyatakan bahwa bumi adalah pusat tata surya. Matahari, bulan dan bintang berputar mengelilingi bumi. Teori ini memberikan penjelasan yang waktu itu berdasarkan logika Aristoteles, cukup masuk akal. Apalagi apa yang dinyatakan oleh teori Ptolomeus tersebut mendapatkan pembenaran dari Kitab Suci.[iii]
Dengan bantuan teleskopnya, Galileo menemukan bahwa Venus mengelilingi matahari, bukan mengelilingi bumi seperti yang diyakini pada waktu itu. Kalau venus mengelilingi matahari, sedangkan matahari dan planet – planet lain mengelilingi bumi, sistem tata surya menjadi kompleks, rumit, dan membingungkan. Oleh karena itu teori alam semesta dengan bumi sebagai pusat patut dicurigai. Sebagai gantinya, Galileo menyetujui gagasan Copernicus, seorang imam Polandia yang pada tahun 1543 menyatakan gagasan, adalah jauh lebih sederhana secara matematis bila bumilah yang mengelilingi matahari, bukan sebaliknya.
Tentu saja pendapat Galileo yang mendukung hipotesis Copernicus mendapatkan tentangan dari pihak Gereja. Pada tahun 1616 Gereja mengumumkan bahwa hipotesis Copernicus yang menyatakan bahwa bumi berputar mengelilingi matahari, secara formal sesat karena dengan jelas bertentangan dengan ajaran Kitab Suci baik menurut arti harfiahnya maupun berdasarkan penafsiran umum Bapa – bapa Gereja. Namun Galileo tetap saja mengembangkan pendapatnya yang diyakininya sebagai kebenaran, meskipun dengan hati – hati. Pada tahun 1610 Galileo menerbitkan buku yang berjudul Siderius Nuntius, yang menjadi kontroversi mengenai alam semesta. Akhirnya dia mendapatkan hukuman semacam tahanan rumah. Pada bulan tanggal 22 Juni 1633 teorinya secara resmi dikecam oleh Gereja dan dinyatakan sebagai sesat. Galileo dipaksa sambil bersumpah akan menolak kepercayaan pada alam semesta heliosentris (matahari sebagai pusat tata surya) dan bahwa bumi tidak bergerak mengelilingi matahari. Pemaksaan ini perlu agar bisa menghindari hukuman pengucilan dan bahkan mungkin kematian yang lebih dini (dan tidak wajar).
Kebenaran pada akhirnya tetap akan menyatakan dirinya. Ilmu pengetahuan terus maju, teleskop buatan Galileo terus disempurnakan dan semakin banyak yang menggunakan sehingga dengan sendirinya semakin banyak orang yang mengakui kebenaran pendapat Galileo. Lalu bagaimana dengan gereja sendiri? Baru pada tahun 1822 Gereja Katolik secara formal mengizinkan sistem heliosentris diajarkan di negeri – negeri Katolik. Kemudian baru pada tahun 1992 (kurang lebih 300 tahun kemudian!) Paus Yohanes Paulus II mengeluarkan permintaan maaf Gereja Katolik secara anumerta kepada Galileo.[iv]Galileo adalah riak kecil pencarian kebenaran yang kemudian berbenturan dengan kepercayaan keagamaan. Ada banyak martir atau sahid, baik yang berasal dari ilmuwan sendiri maupun mereka yang melakukan interpretasi sendiri terhadap kitab suci yang kemudian dianggap sebagai sesat, kemudian diperlakukan secara tidak manusiawi. Sejarah gelap seperti itulah yang kemudian memantapkan bangsa Barat untuk memalingkan diri dari kepercayaan agama dan mengarahkan pandangannya kepada sekularisme. Sejarah mengajarkan, kepercayaan yang buta tanpa diterangi oleh ilmu pengetahuan hanya akan menghasilkan kepercayaan yang palsu bahkan pada akhirnya berakhir dengan memalukan! Keyakinan agama perlu diterangi oleh ilmu pengetahuan sehingga iman yang dihasilkan tidak dikotori dengan prasangka – prasangka yang pada akhirnya justru menyesatkan.
[i] Kealy, S.P., CSSp., 1994. Ilmu Pengetahuan dan Kitab Suci. Terjemahan & Pengantar oleh Sudarminta, SJ. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Hlm.18
[ii] bnd. Yohanes 20:24 – 29.
[iii] Bnd. Yosua 10:12,13. Lalu Yosua berbicara kepada TUHAN pada hari TUHAN menyerahkan orang Amori itu kepada orang Israel; ia berkata di hadapan orang Israel: "Matahari, berhentilah di atas Gibeon dan engkau, bulan, di atas lembah Ayalon!"Maka berhentilah matahari dan bulanpun tidak bergerak, sampai bangsa itu membalaskan dendamnya kepada musuhnya. Bukankah hal itu telah tertulis dalam Kitab Orang Jujur? Matahari tidak bergerak di tengah langit dan lambat-lambat terbenam kira-kira sehari penuh. Istilah matehari terbit dan terbenam yang kita gunakan, sebetulnya implisit menunjukkan pendapat bahwa mataharilah yang berjalan, bukan bumi. Hanya karena kita telah memahami betul mengenai tata surya, pengertian sehari- hari ini lalu tidak lagi menjadi persoalan. Namun dulu ini menjadi persoalan yang serius karena kitab suci seringkali menggunakan istilah serupa dan orang menterjemahkannya seperti apa adanya. Bumi dianggap datar serta langit di atas tempat menggantungnya matahari, bulan dan bintang. Benda – benda langit itulah yang berjalan, sedangkan bumi tetap tinggal di tempat.
[iv] Lowney, C., 2005. Heroic Leadership. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Hlm. 100 – 105.
selengkapnya Click here to download file