Kamis, 11 September 2008

Keallahan & Kemanusiaan Yesus


"Tidakkah ada tertulis dalam kitab Taurat kamu: Aku telah berfirman: Kamu adalah allah? Jikalau mereka, kepada siapa firman itu disampaikan, disebut allah--sedang Kitab Suci tidak dapat dibatalkan--, masihkah kamu berkata kepada Dia yang dikuduskan oleh Bapa dan yang telah diutus-Nya ke dalam dunia: Engkau menghujat Allah! Karena Aku telah berkata: Aku Anak Allah?”[i]

Misteri Sekitar Keilahian dan Kemanusiaan Yesus
Salah satu pokok yang paling sulit dan rumit dalam iman dan dogmatika Kristen adalah yang berkaitan dengan ke –Allahan dan kemanusiaan Yesus. Bahwa Yesus adalah 100% manusia dan juga sekaligus 100% Allah. Pokok ini telah menjadi perdebatan yang sengit dan berkepanjangan dalam sejarah gereja sendiri bahkan mungkin hingga kini. Apalagi bagi orang di luar iman Kristen, ke – Allahan dan sekaligus kemanusiaan Yesus menjadi makanan empuk untuk dipersoalkan, selain ajaran mengenai ketritunggalan Allah.
Pokok keilahian dan kemanusiaan Yesus kurang mendapatkan penjelasan yang memadai sehingga bagi mereka yang menginginkan pemahaman yang lebih masuk akal menjadi kurang terpuaskan. Akhirnya, gereja mengajarkan bahwa pokok tersebut tidaklah untuk dijelaskan apalagi diperdebatkan, namun untuk diimani karena menurut gereja itu merupakan misteri. Justru itu menjadi lebih berbahaya bila menutup kemungkinan untuk berdialog, apalagi berdialog dengan ilmu pengetahuan yang sudah semakin maju dan berkembang, dengan berbagai ragam pemikiran yang berkembang pula. Iman yang tidak diterangi oleh pengetahuan bisa menjadi sangat berbahaya, seperti yang pernah terjadi dalam sejarah gelap gereja.
Tulisan ini bermaksud untuk menyumbang gagasan yang perlu diolah lebih lanjut oleh para teolog. Sepanjang pengalaman penulis bergereja, pokok keilahian dan kemanusiaan Yesus mendapatkan porsi yang sedikit sekali dibahas dalam kotbah. Kalau pun dibahas, akhirnya pemahaman mengenai keilahian dan kemanusiaan tersebut menjadi berat sebelah, ketika Yesus mengadakan mujizat, di situlah dianggap keilahiannya dimunculkan. Sebaliknya, peristiwa sengsara Yesus dipahami sebagai wujud kemanusiaannya. Terjadilah dualisme mengenai Yesus sehingga apa yang dijelaskan bukannya membuat semakin terang, malah semakin menjadi tanda tanya, karena akhirnya bisa jatuh berat sebelah: Yesus hanya Allah yang menyamar menjadi manusia (hakekatNya hanyalah Allah). Sekarang ini nampaknya sebagian besar gereja implisit memihak pada pendapat ini. Atau sebaliknya, penjelasan mengenai Yesus jatuh pada sisi kemanusiaannya (hakekatNya adalah manusia), yang hanya sedikit pengikutnya dan biasanya sudah langsung dianggap sesat oleh gereja – gereja, seperti aliran New Age Movement.
Bagaimana kata Alkitab mengenai Yesus? Ketika Yesus dilahirkan, Dia sama seperti bayi – bayi lainnya, tidak ada hal yang istimewa dalam diriNya. Ia lahir, tumbuh dan menjadi besar sama seperti manusia pada umumnya, tidak ada hal yang istimewa yang menunjukkan bahwa Dia berbeda. Ia lahir, dibungkus dengan kain lampin, layaknya bayi yang membutuhkan kehangatan, tidur, tidak berdaya sehingga orang tuaNya perlu melarikan diri ke tanah Mesir untuk menyelamatkan hidupNya dari pembantaian bayi yang dilakukan oleh Herodes.. Ketika berumur 12 tahun disebutkan, bahwa Yesus makin bertambah besar dan makin bertambah hikmatNya dan besarNya, dan makin dikasihi Allah dan manusia.[ii] Namun kata – kata tersebut juga digunakan pada Yohanes Pembaptis[iii] dan Samuel[iv].
Ketika Yesus dewasa, Alkitab secara jelas juga menunjukkan bahwa Dia manusia biasa yang bisa letih[v], lapar[vi], haus[vii], memiliki emosi seperti manusia lainnya seperti sedih[viii] takut atau gentar[ix], marah[x], menangis[xi] dan berbagai emosi lainnya yang juga dimiliki oleh manusia.
Namun Yesus juga memiliki kelebihan – kelebihan yang tidak dimiliki oleh manusia lainnya. Kisah di seputar kelahiranNya, di mana malaikat memberitakan kepada gembala mengenai kelahiran seorang raja besar, kedatangan orang – orang Majus, ada pernyataan dari malaikat bahwa bayi tersebut adalah Anak Allah Yang Mahatinggi[xii]. Yesus pun mengamini ketika Petrus menyatakan bahwa Yesus adalah Mesias, Anak Allah yang Hidup[xiii]. Perbuatan – perbuatan luar biasa yang dilakukanNya selama hidup, pernyataan – pernyataanNya sendiri mengenai relasiNya dengan Allah Bapa juga menunjukkan bahwa Yesus lebih dari sekedar manusia biasa. Apalagi kebangkitanNya dari kematian menunjukkan bahwa Dia memang bukan manusia biasa!
Inilah yang kemudian menjadi pergumulan gereja sepanjang jaman bahkan orang – orang di luar kekristenan mengenai jati diri Yesus yang sebenarnya, dan mengundang banyak penafsiran. Siapakah Yesus sebenarnya?


[i] Yoh 10:34 -36
[ii] Luk 2: 52; peristiwa kelahiran Yesus bisa dibaca dalam Lukas 2 ini. Tidak ada yang istimewa pada bayi Yesus, tidak seperti cerita – cerita kelahiran tokoh – tokoh agama lain seperti Sang Budha Gautama misalnya yang ketika dilahirkan sudah dapat berjalan dan berbicara. Penulis mendapatkan banyak informasi mengenai keilahian dan kemanusiaan Yesus dari sudut pandang teologis dari bukunya Hadiwijono, H. berjudul Iman Kristen, 1984, Jakarta: Penerbit BPK Gunung Mulia. Hal. 305 – 318. Banyak pemikiran dalam buku tersebut yang patut diperhatikan karena memuat gagasan teologis yang berbeda dengan pemikiran teologia Barat, yang sekarang ini banyak dianut oleh gereja – gereja. Padahal pemikiran Barat nyata – nyata berbeda dengan pemikiran Timur dan hanya mengungkap satu sudut pandang saja dalam memahami Alkitab demikian juga dalam memahami kebenaran/fakta/realita. Ilmu pengetahuan, khususnya ilmu – ilmu sosial sudah menyadari keterbatasan pola pikir Barat tersebut sehingga sekarang ini banyak dikritisi dan bahkan tidak digunakan lagi sebagai kerangka analisis. Serangan paling kuat dan tajam adalah dalam dunia pendidikan, dimana cara berpikir Barat yang dualistis (memisahkan tubuh dengan jiwa, dan terlalu memberi perhatian pada akal budi/olah pikir) mendapatkan penolakan dengan munculnya berbagai ide dalam pembelajaran seperti accelerated learning, quantum learning, quantum teaching, pembelajaran eksperensial dan lain – lain. Padahal filsafat dan pola pikir dualistis itulah yang selama ini mewarnai dominasi pemikiran teologi Barat yang juga masih mendominasi teologia kita. Pola pikir tersebut bukan saja tidak mencukupi, bahkan dalam banyak hal menyesatkan karena Alkitab menjadi ditafsir secara simplistic. Misalnya, pemahaman gambar dan rupa Allah dalam kejadian ditafsir semata bahwa manusia diberi akal budi (Hadiwijono, hal. 189 dst.). Mitologi Yunani selalu mengisahkan bahwa kalau manusia memiliki kekuatan (seperti Hercules), pastilah dia setengah dewa atau dewa itu sendiri, karena dalam mitologi tersebut, kesaktian, kekuatan yang sifatnya di luar kewajaran bukanlah milik manusia, tetapi milik para dewa. Ini berbeda sekali dengan mitologi Timur, yang memungkinkan manusia mempunyai kekuatan tersebut tanpa harus berkaitan dengan masalah kedewaan.
[iii] Luk 1:15
[iv] I Sam 2:26
[v] Yoh 4:6
[vi] Mat 4:2; Luk 4:2; Mrk 11:12; Mat 21:18
[vii] Yoh 4:7; 19:28
[viii] Mrk 14:34, Mat 26:37, 38
[ix] Mat 26:37; Mrk 14:33
[x] Mrk 3:5; 8:33; 10:14
[xi] Luk 19:41; Yoh 11:35
[xii] Luk 1:32
[xiii] Mat 16:16,17